Perpustakaan Kurang Perhatian

Banjarmasin. Kalimantan Post | 26 Desember 2008
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel) dinilai kurang memperhatikan

keberadaan perpustakaan daerah setempat. Kurangnya perhatian Pemprov terungkap saat peninjauan Wakil Ketua Komisi IV Bidang Kesra DPRD Kalsel, Ir, Anang Rosadi Adenansi beserta anggota Rahmat Nopliardy, SH ke perpustakaan dan arsip daerah tersebut, Rabu (24/12).
Kedua wakil rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, mengharapkan, Pemprov lebih memperhatikan perpustakaan daerah. Kalau sekolah ada yang bertaraf Internasional, kenapa tidak perpustakaan daerah yang dijadikan bertaraf," ujar Rahmat yang juga Ketua Fraksi PAN DPRD Kalsel. Tidak bisa dipungkiri perpustakaan merupakan gudang ilmu karena diperpustakaan terdapat sejumlah buku bacaan yang dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu pula, Pemprov harus terus menyediakan anggaran yang lebih memadai guna penyediaan buku-buku pada perpustakaan sesuai dengan tuntutan serta perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi, tambah Anang Rosadi Sebelumnya, Plt. Kepala Badan Perpustakaan dan Rsip Daerah (BAPUSDA) Kalsel Hj. Rusmiati menerangkan, perpustakaan milik Pemprov tersebut kini memiliki tidak kurang dari 90.000 judul buku.
Sedangkan pengunjung perpustakaan yang terletak di Jalan A. Yani Kilometer 6,4 atau dekat pintu gerbang perbatasan antara Kota Banjarmasin dengan Kabupaten Banjar, Kalsel itu, tiap hari berkisar antara 125-150 orang. "Pengunjung yang datang ke perpustakaan belakangan tampalnya agak meningkat bila dibanding masa-masa sebelumnya, tapi bila dibandingkan dengan daerah maju, mungkin pengunjung perpustakaan daerah Kalsel masih tergolong sedikit."tuturnya menjawab wartawan yang menyertai kunjungn wakil rakyat tersebut. Menyinggung anggaran Pemprov, dia mengungkapkan, pada tahun 2008 untuk Bapusda Kalsel sebesar Rp. 132 Juta yang digunakan untuk rehab fisik bangunan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni Rp. 125 Juta dan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Rp. 7 Juta. Untuk tahun 2009, Bapusda Kalsel mendapat alokasi anggaran Rp. 2,3 miliar termasuk untuk pembayaran gaji karyawan dan belanja lain guna pembenahan kelengkapan perpustakaan dan arsip daerah, demikian Rusmiati. Sementara itu H. Syamsuddin M, Si dari bagian pengadaan buku pada Bapusda Kalsel mengungkapkan, tahun anggaran 2008 dari Pemprov setempat memberikan pagu pembelian buku-buku perpustakaan hanya Rp. 30 ribu per eksampler. "Kalau kita melihat pagu tersebut dapat dibayangkan kualitas buku seperti apa yang dibeli seharga Rp. 30.000 per eks, secara kuantitas mungkin bisa membanggakan tapi kualitas kemungkinan belum bisa memenuhi kebutuhan masayarakat pembaca atau pemakai perpustakaan," tuturnya. Bagian pengadaan buku perpustakaan daerah Kalsel yang baru sekitar satu tahun pindah dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin itu tampaknya iri dengan Kalimantan Tengah (Kalteng), karena pagu untuk pengadaan buku jauh lebih tinggi. "pada tahun yang sama (2008) Pemporov Kalteng menetapkan pagu untuk beli buku Rp. 60.000 per eks dan Kalsel hanya Rp. 30.000, tapi walau pagunya tergolong kecil tapi kita tetap berupaya memanfaatkan semaksimal mungkin guna memenuhi buku-buku bacaan pada perpustakaan daerah Kalsel,' demikian SYamsuddin.(ant/K-3)

Pupuk Langka di Batola

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, Anang Rosadi membuktikan hal tersebut, karena sejumlah petani di tiga desa di Kabupaten Barito Kuala justru mengalami krisis pupuk bersubsidi dari pemeritah. Akibatnya, kata Rosadi, hasil panen tak sesuai dengan harapan.

Laporan itu datang dari Desa Sungai Telan, Tabunganen Tengah, dan Sungai Pisak, Kecamatan Tabungan ke DPRD Kalsel. Menurut Rosadi, para petani mempertanyakan hingga saat ini, mereka kesulitan mendapatkan pupuk dengan harga murah.

Di hadapan Rosadi dan Ketua Gerakan Kelompok Tani (Gakpoktam), Kecamatan Mekar Sari, Selamat, yang berkunjung ke Desa Tabunganen, terungkap bahwa selama ini para petani tak pernah dikunjungi oleh petugas PPL. “Mereka tak pernah turun ke lapangan. Boro-boro, bertemu dengan petani,” ucap seorang petani.

Hal serupa juga terjadi di Desa Sei Telan Besar, Kecamatan Tabunganen. Disini lain lagi, para petani memang sudah membentuk kelompok tani sejak 2007 lalu. Namun, mereka resah karena pupuk bersubsidi menjadi barang langka. “Kami disini kesulitan pupuk, walau petugas PPL sering kesini,” kata seorang petani ke rombongan Rosadi.

Atas temuan itu, Selamat menilai selama ini para penyuluh pertanian yang merupakan ujung tombak suksesnya pertanian tak bekerja optimal. Urusan pupuk bersubsidi ini, didesak Selamat harus segera dituntaskan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten. “Syarat untuk mendapatkan pupuk, sudah kami lakukan dengan membentuk kelompok tani. Nyatanya, hal itu tak menjamin untuk mendapatkan pupuk bersubsidi,” keluh Selamat, diiyakan para petani.

Tak hanya soal pupuk, Selamat pun mengeritik tidak berfungsi lembaga penyuluhan petani, baik di tingkat kabupaten, termasuk berkoordinasi dengan provinsi. “Kalau PPL tak berfungsi, mana mungkin bisa dapat pupuk murah,” kata Selamat.

Sinar Kalimantan yang turun ke lapangan menemukan pupuk bersubsidi sangat langka ditemui. Di Desa Sei Pisak, tercatat di lima RT 8,9,10,11 dan 12, merasakan hal itu. Belum lagi, masalah PPL, dan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKKT), membingungkan para petani. Padahal, pupuk turut menentukan gagal atau tidaknya panen padi yang dilakukan para petani.
“Kalau tak pakai pupuk, misalkan 50% lahan digarap, bisa dipastikan 25% gagal panen,” kata Ketua RT 8 Desa Sei Pisak, Anang.

Dengan temuan itu, Anang Rosadi mendesak bupati dan gubernur untuk turun ke lapangan. Bagi Rosadi, berbagai penghargaan yang diterima para bupati dan gubernur tak akan berarti, jika permasalahan petani tak beres. “Saya yakin, ada oknum yang bermain, sehingga pupuk bersubsidi menjadi barang langka,” katanya. djo/SK