Kasus Tugu Terus Bergulir - Mata Banua

BANJARMASIN - Komitmen Anang Rosadi Adenansi untuk terus mengulirkan kasus dugaan penyelewengan pada proyek pembangunan pintu gerbang (tugu) ke pihak yang berwajib benar-benar diwujudkan. Setelah kalah di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin,

kasus dugaan korupsi tersebut kini masuk ke Pengadilan Tinggi (PT)."Kalau pun nanti kalah, saya siap melakukan kasasi," ujar anggota DPRD Kalsel ini, Rabu (10/12) kemarin.

Apa yang dilakukan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu menunjukan dirinya tidak main-main dalam mempertangung jawabkan apa yang telah digulirkan ke publik. "Jangan sampai persoalan hanya terangkat di media kemudian hilang," ucapnya.

Dalam kasus tugu Anang mengatakan ada unsur pimpinan dewan yang sebelumnya menganggap pembangunan pintu gerbang di perbatasan Banjarmasin-Kabupaten Banjar itu melanggar peraturan daerah (perda) sungai. Kemudian ketua dewan itu juga terlibat dalam penandatanganan anggaran tugu.

"Itu kamuplase belaka menggunakan koran untuk menarik opini publik. Padahal setiap persoalan harusnya dituntaskan sebagai pertangungjawaban kepada publik," tekan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel ini.

Anang pun menyambut gembira kalau kasus ini sudah dilirik jajaran Polda Kalsel. Bahkan Kapolda Kalsel, Brigjen Polisi Anton Bachrul Alam telah memerintahkan anak buah untuk melakukan penyelidikan mendalam terkait proyek spektakuler dengan anggaran Rp6,5 miliar. Apalagi ada kabar anggaran kembali ditambah sebesar Rp3 miliar.

Dirinya menekankan agar kepolisian mengusut Sertifikat Badan Usaha (SBU) PT Dewanto Cipta Pratama (DPC), kontraktor pelaksana proyek pintu gerbang tersebut. Sebab SBU PT gugur saat tender di Kotabaru."Tapi SBU-nya malah diakui di Banjarmasin," ujar Anang. Terbukti perusahaan tersebut jadi pemenang proyek tugu.

Masih keterangan Anang Rosadi kalau dirinya dapat kabar Poltabes Banjarmasin telah menyerahkan dugaan palsunya SBU PT DCP ke laboratorium kriminal (labkrim). Tapi sayang hingga kini tak ada kabarnya.

"Ini yang menurut saya premenisme dalam kepolisian. Jadi bukan preman yang dikejar-kejar. Tapi menyembunyikan perkara, mempetieskan perkara ini bentuk premanisme yang riil. Polisi jangan hanya bisa menindak orang lain tapi harus bisa menindak diri sendiri," bebernya.

Dikatakannya lagi, saat ini banyak bangunan di atas sungai yang dibiar oleh oknum. Adanya indikasi pembiaran itu juga merupakan penyalahgunaan wewenang yang mengarah pada tindakan demi kepentingan pribadi dan kelompok semata-mata.

Walkita Banjarmasin, pintanya, harus menindak kalau ada aparat di bawah yang membiarkan pelanggaran perda."Tak hanya teguran, kalau perlu pencopotan. Karena tak menutup kemungkinan aparat di bawah justru 'menyesatkan' hingga mungkin walikota terjebak," ingatnya.

Menurutnya jika sebuah kota beraturan sulit mencari uang siluman."Sebaliknya jika kota itu kumuh gampang jadi tawar menawar dilakukan oknum aparat yang mengarah tindakan korup," pungkasnya.elo/mb05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar